Minggu, 04 Oktober 2009

beasiswa

semua tentang beasiswa ada disini

Rabu, 09 September 2009

Fazlurrahman dan pemikirannya

Fazlur Rahman dilahirkan pada tahun 1919 di daerah barat laut Pakistan. Ia dibesarkan dalam keluarga yang bermadzhab Hanafi, suatu madzhab fiqih yang dikenal paling rasional di antara madzhab sunni lainnya. Ketika itu anak benua Indo-Pakistan belum terpecah ke dalam dua negara merdeka, yakni India dan Pakistan. Anak benua ini terkenal dengan para pemikir islam liberalnya, seperti Syah Wali Allah,Sir Sayyid Ali dan Iqbal.

A. Potret Seorang Intelektual Neomodernis
1. Latar Belakang sosial dan Intelektual
Fazlur Rahman dilahirkan pada tahun 1919 di daerah barat laut Pakistan. Ia dibesarkan dalam keluarga yang bermadzhab Hanafi, suatu madzhab fiqih yang dikenal paling rasional di antara madzhab sunni lainnya. Ketika itu anak benua Indo-Pakistan belum terpecah ke dalam dua negara merdeka, yakni India dan Pakistan. Anak benua ini terkenal dengan para pemikir islam liberalnya, seperti Syah Wali Allah, Sir Sayyid Ali dan Iqbal.
Sejak kecil sampai umur belasan tahun, selain mengenyam pendidikan formal, Rahman juga menimba banyak ilmu tradisional dari ayahnya--seorang kyai yang mengajar di madrasah tradisional paling bergengsi di anak benua Indo-Pakistan. [1] Menurut Rahman sendiri, ia dilahirkan dalam keluarga muslim yang amat religius. Ketika menginjak usia yang kesepuluh, ia sudah bisa membaca Al-Qur’an di luar kepala. [2] Ia juga menerima ilmu hadis dan ilmu syariah lainnya. Menurut Rahman, berbeda dengan kalangan tradisional pada umumnya, ayahnya adalah seorang kyai tradisional yang memandang modernitas sebagai tantangan yang perlu disikapi, bukannya dihindari. Ia apresiatif terhadap pendidikan modern. Karena itu, keluarga Rahman selain kondusif bagi perkenalannya dengan ilmu-ilmu dasar tradisional, juga bagi kelanjutan karier pendidikannya.
Selain itu, latar sosial anak benua Indo-Pakistan yang telah melahirkan sejumlah pemikir Islam liberal, seperti disinggung di atas, juga merupakan benih-benih dari mana pikiran liberal Rahman dan skeptisisme Rahman tumbuh. Misalnya, Rahman sangat apresiatif terhadap pemikiran pendahulunya. Bahkan dalam pembahasannya mengenai wahyu ilahi dan nabi, ia secara eksplisit mengakui bahwa pemikirannya merupakan kelanjutan dari pemikiran pendahulunya, yakni Sah Wali Allah dan Muhammad Iqbal:

Dengan demikian, argumen saya tentang kemapanan karakter wahyu Al-Qur’an terdiri dari dua bagian. Dalam bagian Pertama, saya telah menyetujui—dan tidak berbuat lebih lagi terhadap—pernyataan-pernyataan syah wali Allah dan Muhammad Iqbal yang menerangkan proses psikologis wahyu.[3]

2. Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman
Setelah menamatkan sekolah menengah, Rahman mengambil studi bidang sastra arab di Departeman Ketimuran pada Universitas Punjab. Pada tahun 1942, ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas tersebut dan menggondol gelar M. A dalam sastra Arab. Merasa tidak puas dengan pendidikan di tanah airnya, pada 1946, Rahman melanjutkan studi doktoralnya ke Oxford University, dan berhasil meraih gelar doktor filsafat pada tahun 1951. Pada masa ini seorang Rahman giat mempelajari bahasa-bahasa Barat, sehinga ia menguasai banyak bahasa. Paling tidak ia menguasai bahasa Latin, Yunani, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Persia, Arab dan Urdu.[4] Ia mengajar beberapa saat di Durham University, Inggris, kemudian menjabat sebagai Associate Professor of Philosophy di Islamic Studies, McGill University, Kanada.
Sekembalinya ke tanah air, Pakistan, pada Agustus 1962, ia diangkat sebagai direktur pada Institute of Islamic Research. Belakangan, ia juga diangkat sebagai anggota Advisory Council of Islamic Ideology Pemerintah Pakistan, tahun 1964. Lembaga Islam tersebut bertujuan untuk menafsirkan islam dalam term-term rasional dan ilmiah dalam rangka menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern yang progresif. Sedangkan Dewan Penasehat Ideologi Islam bertugas meninjau seluruh hukum baik yang sudah maupun belum ditetapkan, dengan tujuan menyelaraskannya dengan “Al-Qur’an dan Sunnah”. Kedua lembaga ini memiliki hubungan kerja yang erat, karena Dewan Penasehat bisa meminta lembaga riset untuk mengumpulkan bahan-bahan dan mengajukan saran mengenai rancangan undang-undang.[5]

Karena tugas yang diemban oleh kedua lembaga inilah Rahman intens dalam usaha-usaha menafsirkan kembali Islam untuk menjawab tantangan-tantangan masa itu. Tentu saja gagasan-gagasan liberal Rahman, yang merepresentasikan kaum modernis, selalu mendapatkan serangan dari kalangan ulama tradisionalis dan fundamentalis di Pakistan. Ide-idenya di seputar riba dan bunga bank, sunnah dan hadis, zakat, proses turunnya wahyu Al-Qur’an, fatwa mengenai kehalalan binatang yang disembelih secara mekanis, dan lainnya, telah meledakkan kontroversi-kontroversi berskala nasional yang berkepanjangan. Bahkan pernyataan Rahman dalam karya magnum opusnya, Islam, bahwa “Al-Qur’an itu secara keseluruhannya adalah kalam Allah dan—dalam pengertian biasa—juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad”, telah menghebohkan media massa selama kurang lebih setahun. Banyak media yang menyudutkannya. Al-Bayyinat, media kaum fundamentalis, misalnya, menetapkan Rahman sebagai munkir al-Quran. Puncak kontroversi ini adalah demonstrasi massa dan aksi mogok total, yang menyatakan protes terhadap buku tersebut. Akhirnya, Rahman pun mengajukan pengunduran dirinya dari jabatan Direktur Lembaga Riset Islam pada 5 September 1968. Jabatan selaku anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam juga dilepaskannya pada 1969.
Akhirnya, Rahman memutuskan hijrah ke Chicago untuk menjabat sebagai guru besar dalam kajian Islam dalam segala aspeknya pada Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University of Chicago. Bagi Rahman, tampaknya tanah airnya belum siap menyediakan lingkungan kebebasan intelektual yang bertanggungjawab.

3. Perkembangan Pemikiran dan Karya-karyanya
Dari selintas perjalanan hidup Fazlur Rahman di atas, Taufik Adnan Amal membagi perkembangan pemikirannya ke dalam tiga babakan utama, yang di dasarkan pada perbedaan karakteristik karya-karyanya: (I) periode awal (dekade 50-an); periode Pakistan (dekade 60-an); dan periode Chicago (dekade 70-an dan seterusnya).[6]

Ada tiga karya besar yang disusun Rahman pada periode awal: Avicenna’s Psychology (1952); Avicenna’s De Anima (1959); dan Prophecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy (1958). Dua yang pertama merupakan terjemahan dan suntingan karya Ibn Sina (Avisena). Sementara yang terakhir mengupas perbedaan doktrin kenabian antara yang dianut oleh para filosof dengan yang dianut oleh ortodoksi. Untuk melacak pandangan filosof, Rahman mengambil sampel dua filosof ternama, Al-Farabi (870-950) dan Ibn Sina (980-1037). Secara berturut-turut, dikemukakan pandangan kedua filosof tersebut tentang wahyu kenabian pada tingkat intelektual, proses psikologis wahyu tehnis atau imaninatif, doktrin mukjizat dan konsep dakwah dan syariah. Untuk mewakili pandangan ortodoksi, Rahman menyimak pemikiran Ibn Hazm, Al-Ghazali, Al-Syahrastani, Ibn Taymiyah dan Ibn Khaldun. Hasilnya adalah kesepekatan aliran ortodoks dalam menolak pendekatan intelektualis-murni para filosof terhadap fenomena kenabian. Memang, Kalangan mutakallimun tidak begitu keberatan menerima kesempurnaan intelektual nabi. Tapi mereka lebih menekankan nilai-nilai syariah ketimbang intelektual.
Rahman sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara posisi filosofis dan ortodoksi. Sebab, perbedaan ada sejauh pada tingkat penekanan saja. Menurut para filosof, nabi menerima wahyu dengan mengidentifikasikan dirinya dengan Intelek Aktif; sementara menurut ortodoksi nabi menerima wahyu dengan mengidentifikasikan dirinya dengan malaikat. Sementara para filosof lebih menekankan kapasitas alami nabi sehingga menjadi “nabi-manusia”, ortodoksi lebih suka meraup karakter ilahiah dari mukjziat wahyu ini. Kelak, pandangan ini cukup mempunyai pengaruh terhadap pandangan Rahman tentang proses “psikologis” nabi menerima wahyu. Seperti halnya teori para filosof dan kaum ortodoks, Rahman berteori bahwa Nabi mengidentifikasikan dirinya dengan hukum moral.[7]

Pada periode kedua (Pakistan), ia menulis buku yang berjudul: Islamic Methodology in History (1965). Penyusunan buku ini bertujuan untuk memperlihatkan: (I) evolusi historis perkembangan empat prinsip dasar (sumber pokok) pemikiran Islam—Al-Qur’an, Sunnah, Ijtihad dan Ijma’; dan (ii) peran aktual prinsip-prinsip ini dalam perkembangan sejarah Islam itu sendiri. Buku kedua yang ditulis Rahman pada periode kedua ini adalah Islam, yang menyuguhkan—meminjam istilah Amin Abdullah—rekontruksi sistemik terhadap perkembangan Islam selama empat belas abad. Buku ini boleh dibilang sebagai advanced introduction tentang Islam.

Pada periode Chicago, Rahman menyusun: The Philosophy of Mulla Sadra (1975), Major Theme of the Qur’an (1980); dan Islam and Modernity:Transformatioan of an intellektual tradition (1982).
Kalau karya-karya Rahman pada periode pertama boleh dikata bersifat kajian historis, pada periode kedua bersifat hitoris sekaligus interpretatif (normatif), maka karya-karya pada periode ketiga ini lebih bersifat normatif murni. Pada periode awal dan kedua, Rahman belum secara terang-terangan mengaku terlibat langsung dalam arus pembaruan pemikiran Islam. Baru pada periode ketiga Rahman mengakui dirinya, setelah mebagi babakan pembaruan dalam dunia Islam, sebagai juru bicara neomodernis.

B. Proyek Membuka Pintu Ijtihad
Temuan historis Rahman mengenai evolusi perkembangan empat prinsip dasar (Al-Qur’an, Sunnah, Ijtihad dan Ijma’), dalam bukunya Islamic Methodology in History (1965), yang dilatari oleh pergumulannya dalam upaya-upaya pembaruan (hukum) Islam di Pakistan, pada gilirannya telah mengantarkannya pada agenda yang lebih penting lagi: perumusan kembali penafsiran Al-Qur’an yang merupakan jantung ijtihadnya.

Dalam kajian historisnya ini, Rahman menemukan adanya hubungan organis antara sunnah ideal Nabi SAW dan aktivitas ijtihad-ijma’. Bagi Rahman, sunnah kaum muslim awal merupakan hasil ijtihad personal, melalui instrumen qiyas, terhadap sunnah ideal nabi SAW yang kemudian menjelma menjadi ijma’ atau sunnah yang hidup. Di sini, secara tegas Rahman menarik garis yang membedakan antara sunnah ideal nabi SAW di satu sisi, dengan sunnah hidup kaum muslim awal atau ijma’ sahabat di sisi lain. Dengan demikian, ijma’ pada asalnya tidaklah statis, melainkan berkembang secara demokratis, kreatif dan berorientasi ke depan.[8] Namun demikian, karena keberhasilan gerakan penulisan hadis secara besar-besaran yang dikampanyekan Al-syafi’I untuk menggantikan proses sunah-ijtihad-ijma’ tersebut, proses ijtihad-ijma’ terjungkirbalikkan menjadi ijma’-ijtihad. Akibatnya, ijma’ yang tadinya berorientasi ke depan menjadi statis dan mundur ke belakang: mengunci rapat kesepakan-kesepakatan muslim masa lampau. Puncak dari proses reifikasi ini adalah tertutupnya pintu ijtihad, sekitar abad ke empat Hijrah atau sepuluh masehi.[9]

Berpijak pada temuan historis ini, Rahman secara blak-blakan menolak doktrin tertutupnya pintu ijtihad, ataupun pemilahannya ke dalam ijtihad muthlaq, ijtihad fil masail, dan ijtihad fil madzhab. Rahman mendobrak doktrin ini dengan beberapa langkah: Pertama (1), menegaskan bahwa ijtihad bukanlah hak privilise eksklusif golongan tertentu dalam masyarakat muslim; Kedua (2), menolak kualifikasi ganjil mengenai ilmu gaib misterius sebagai syarat ijtihad; dan Ketiga (3), memperluas cakupan ranah ijtihad klasik. Hasilnya adalah satu kesimpulan Rahman: ijtihad baik secara teoritis maupun secara praktis senantiasa terbuka dan tidak pernah tertutup.[10] Tetapi, Rahman pun tampaknya tidak ingin daerah teritorial kebebasan ijtihad yang telah dibukanya—sebagai hasil dari liberalisasinya terhadap konsep ijtihad—menjadi tempat persemaian dan pertumbuhan ijtihad yang liar, sewenang-wenang, serampangan dan tidak bertanggung jawab. Ijtihad yang diinginkan Rahman adalah upaya sistematis, komprehensif dan berjangka panjang. Untuk mencegah ijtihad yang sewenag-wenang dan merealisasikan ijtihad yang bertanggung jawab itulah, Rahman mengajukan metodologi tafsirnya, yang disusun belakangan pada periode Chicago. Dan dalam konteks inilah metodologi tafsir Rahman yang dipandangnya sebagai “the correct prosedure for understanding the Qur’an” atau “ the correct methode of Interpreteting The Qur’an” [11] memainkan peran sentral dalam seluruh bangunan pemikirannya. Metodologi tafsir Rahman merupakan jantung ijtihadnya sendiri. Hal ini selain didasarkan pada fakta bahwa Al-Qur’an sebagai sumber pokok ijtihad, juga yang lebih penting lagi adalah didasarkan pada pandangannya bahwa seluruh bangunan syariah harus diperiksa dibawah sinaran bukti Al-Qur’an:

Seluruh kandungan syari’ah mesti menjadi sasaran penilikan yang segar dalam sinaran bukti Al-Qur’an. Suatu penafsiran Al-Qur’an yang sistematis dan berani harus dilakukan. [12]
Akan tetapi, justru persoalannya terletak pada kemampuan kaum muslim untuk mengkonsepsi Al-Qur’an secara benar. Rahman menegaskan:
bukan hanya kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah sebagai mana yang dilakukan pada masa lalu, tetapi suatu pemahaman terhadap keduanyalah yang akan memberikan pimpinan kepada kita dewasa ini. Kembali ke masa lampau secara sederhana, tentu saja kembali keliang kubur. Dan ketika kita kembali kepada generasi muslim awal ,pasti kita temui pemahaman yang hidup terhadap Al-Qur’an dan sunnah.[13]

Ada apa dengan fazlurrahman

Fazlur Rahman dilahirkan pada tahun 1919 di daerah barat laut Pakistan. Ia dibesarkan dalam keluarga yang bermadzhab Hanafi, suatu madzhab fiqih yang dikenal paling rasional di antara madzhab sunni lainnya. Ketika itu anak benua Indo-Pakistan belum terpecah ke dalam dua negara merdeka, yakni India dan Pakistan. Anak benua ini terkenal dengan para pemikir islam liberalnya, seperti Syah Wali Allah,Sir Sayyid Ali dan Iqbal.

A. Potret Seorang Intelektual Neomodernis
1. Latar Belakang sosial dan Intelektual
Fazlur Rahman dilahirkan pada tahun 1919 di daerah barat laut Pakistan. Ia dibesarkan dalam keluarga yang bermadzhab Hanafi, suatu madzhab fiqih yang dikenal paling rasional ...read more

Sabtu, 13 Juni 2009

"Physcolinguistik"

ada apa dengan language

what is the LAD
language and Acquisition....

Minggu, 01 Februari 2009

Pendekatan Integrative – Interkonektif studi Islam

Pendekatan Integrative – Interkonektif studi Islam

I.Model Pendekatan kajian Islam di Barat
Untuk memahami lebih jauh kondisi slam di barat, pertanyaan pertama yang mendasar adalah bagaimana eksistensi kajian terhadap agama mereka sendiri. Berkaca pada kajian agamayang mereka anut sendiri, misalnya Kristen, mereka rupanya banyak terlibat pada kajian teologi. Kajian teologi yang mereka aktifkan adalah studi Bibel, etika dan sejarah agama. Ini biasanya didapatkan pada institusi yang disebut dengan Divinity Cshool (Sekolah Ketuhanan) atau Seminary, misalnya yang terkenal di Amerika adalah Harford Seminary. Dalam perjalanan dan perkembangannya, bukan hanya menjadikan masyarakat barat sebagai lapangan penelitian , namun juga masyarakat dunia terutama di dunia islam. Pola pendekatan yang digunakan dalam meneliti dunia islam yang sasarannya berupa masyarakat islam dan ajaran islam itu sendiri. Ada empat pendekatan yang dipakai dalam mengkaji tentang keislaman itu sendiri (AL Qodri A, Azizi, 2003)
1.Menggunakan metode ilmu ilmu yang masuk dalam kelompok humaniora (humanities), seperti filsafat, filosofi, ilmu bahasa dan sejarah.
2.Menggunakan metode ilmu dalam disiplin teologi, etudi bible dan sejarah gereja, dimana penduduknya formalnya diperoleh dari Divinity School
3.Menggunakan netode social (social science) seperti sosiologi, antropologi, politik dan psikologi,meskipun disiplin ini ada yang mengelompokkan kedalam humaniora.
4.Menggunakan pendekatan yang dilakukan di jurusan jurusan, pusat-pusat atau hanya commite untuk area studies.
Pendekatan pertama sampai ketiga nampaknya lebih jelas karena memakai disiplin yang sudah dianggap baku. Meskipunada tuntutan spesifikasi dari segi metodologi dibandingkan dengan sasarannya selain islam. Sedangkan area studies ini berlawanan dengan disiplin yang sudah baku. Karena lebih menekankan pada hal hal yang bersifat situasional dari pada teoritik. Disini sering di dianggap bahwa kajian yang yang bersifat interdisipliner bisa berarti suatu kajian yang tidak focus pada disiplin tertentu. Yang disyaratkan dalam area ini studies adalah jalan yang dapat mengaitkan objek-objek kajian dan disiplin yang hendaknya bisa memberi tahu tentang apa yang bisa diketahui dan seberapa baik bisa mengetahuinya.
II.Menurut M Amin Abdullah
Dengan cara pendekatan Integratif dan interkonektif sebagai upaya mengurangi ketegangan yang sering kali tidak produktif dalam studi keislaman kontemporer. Barangkali dalam paradikma interkoneksitas yang berasumsi untuk memehami kompleksitas fenomene kehidupan yang dihadapi manusia, setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama, keilmuan social, humanitas maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri, dalam menyatukan saling manyapa antara satu bangunan ilmu dengan yang lainnya, treutama sains dan agama.
Interkoneksitas atas dikotomi hendaknya dapat didekati dengan tiga pwersepektif, epistemology, aksiologi dan ontologis. Yang masing masing memnerikan respon terhadp dikotomi pendidikan, menawarkan pandangan dunia (worl view) manusia beragama dan imuwan yang baru terbuka dan dialogis serta mencairkan hubungan berbagai disiplin keiluwan manjadi terbuka. Namunsebagian muslim mengemukakan bahwa sains yangberkembang pada masyarakat musim dahulu berbeda dengan sains di barat, pada masyarakat muslim aspek ketuhanan menjadi titik pijakan sains. Walaupun sebenarnya sangat sulit terlihat batasan batasan wilayah sains dengan agama dalam dua kutub barat dan timur. Sebagai contoh adalah pada masa dinasti umayyah mendirikan observatorium astronomi di damaskus awal tahun 700. selama paruh kedua abad ke 2 H/ 8 M, kholifah kedua Dinasti Abbasiyyah Al Manshur telah mengumpulkan sejumlah ilmuwan di Baghdad, termasuk dokter dokter dari Persia dan para astronot dari India.
Karya-karya abad ke 2 / 8 M dari ahli kimia termasyhur Jabir Ibn Hayyah membuktikan bahwa keakraban umat islam dengan sains yang integrasi ke dalam kultur dengan nilai islam.
Pada bagian lain mungkin juga level ontologism, dimana teori sains berbicara mengenai realitas dan dirujuk dengan pandangan keagaman sehingga ada kemungkinan disisi lain epistemology dan metodologinya tak tersentuh, dianggap relative dan bebas nilai, baru kemudfian dilakukan integrasi pada level ontology.
Sedangkan aksiologi mungkin pada cabang-cabang ilmu tertentu. Namun integrasi dan interkoneksitas sering kali terkesan bahwa sains mengalami ekslueif karena dikalim telah diislamkan dan ini bisa memunculkan persoalan karena umat islam masing masing mempunyai pandangan sendiri-sendiri dalam menterjemahkan sains dan agama. Sebagian mengatakan bahwa agama begitu berpengaruh terhadap perkembangan sians, sehingga perkembangan sians tidak boleh menyalahi aturan agama itu sendiri. Karena pada dasarnya agama adalah undang undang dari sains itu sendiri.
Tetapi ada yang berpendapat bahwa sains adalah jalan menuju sebuah agama. Dengan mengembangkan sains maka kita akan mencari tahu keberadaan posisi agama itu sendiri. Seperti yang dilakukan Karl Max walupun di beberapa buku ia dikatakan sebagai seorang yang sosialis komunis.
Sebagaio jalan tengah adalah antara agama dan sains memiliki integrasi dan hubungan yang saling memperkuat. Agama menjadi lebih bisa diyakini dan diterima akal dengan adanya sains, begitu juga sains memiliki inovasi dari agama itu sendiri dan juga dikendalikan olehnya.
Hal hal tersebut merupakan factor minimal dalam interaksi social, walaupun pada kenyataan lebih lanjut proses yang berlangsung justru sangat kompleks. Ketika interaksi yang berjalan pada wilayah interkoneksitas dan bahkan integritas lebih didominasi watak dan culture sains sekuler, karena sekulerisasi kebudayaan terutama akan menyusurkan hal yang sacral dan peningkatan rasionalitas fikiran manusia. Keduanya merupakan perubahan bentuk pemikiran dan transformasi masyarakat. Perubahan pada zona pemikiran yang kompleks melahirkan berbagai menifestasi terutama pada kegiatan utama manusia, lebih jauh melahirkan perubahan dalam system ide, gagasan, kultur yang terpola dan terlembagakan kedalam struktur. Sehingga transformasi yang berjalan sangat dialogis dan intraktif sarat dengan perubahan “nilai”.

III.Kesimpulan
Dengan adanya paradigma integrasi dan interkonektif akan melepaskan dikotomi antara ilmu agama dan sains sekuler. Tentu sebagian kalangan sangat apresiatif dengan adanya perubahan. Namun sisi lain banyak pihak yang mecemaskan perubahan tersebut. Karena ada kemungkinan dari arus transformasi yang bergulir yang mengalami perubahan justru pada wilayah kultur, ideology dan system yang lebih kearah sekulerisme. Sehingga islam hanya menjadi loga yang hanya bermakna simbolik semata, sedangkan pada praktek social masyarakat lebih didominasi nuansa sains sekuler dibandingkan nuansa sufisme dan tradisi keislaman yang lebih menampilkan sisi subtantif nilai moral keislaman. Sehingga muncul kesenjangan antara kesalehan dengan social dan kesalehan sains modern. Secara normative teologis wahyu akan selalu menjadi satu kerangka berpikir yang mempunyai makna universal sesuai dengan perkembangan dan tuntunan zaman, pada giliran lain wahyu sangat penting untuk dipahami dan diinterpretasikan sesuai dengan konteks social masyarakat yang ada. Tentu yang mempunyai prasyarat tidak mengaburkan nilai dan substansi yang menjadi pesan suci transendensi universal.
Dengan adanya integrasi antara ilmu agama maka agama itu akan dimengerti secara universal dan komplit maka tidak aneh ketika ilmu dalam agam islam itu sendiri bermacam macam cabangnya. Dalam memperkuat kayakinan kita kita menggunakan ilmu akidah, dalam beribadah dan bermuamalah kita memekai ilmu fiqh dan akhlak, dan banyak cabang ilmu lainnya.
Islam yang universal tidak cukup dengan menguasai ilmu dalam agama islam itu sendiri, harus berkembang dengan ilmu lainnya seperti astrologi, matematika dan lainnya. Hal itu adalah untuk memperkuat dan memperjelas ajaran islam itu sendiri sehingga bisa diterima dengan akal rasio dan diyakini oleh hati.
Firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh 208
                
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Dengan adanya integrasi dan interkoneksi antara disiplin ilmu maka islam dikatakan sebagai islam yang rohmatallil’alamin. Islam sebagai cahaya dunia yang mampu menerangi kegelapan dunia





.

kedudukaN Hadist dan Qur'an

PENDAHULUAN
Memahami hadist adalah penting peranannya dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim. Setiap muslim harus selalu berusaha agar hadist selalu lestari dan diamalkan oleh setiap orang islam. Dalam kajiannya baik dengan kitab-kitab hadist, buku-buku tentang hadist serta dalam diskusi maupun makalah-makalah untuk ikut serta dalam menjunjung tinggi peranan hadist dalam kehidupan ini.
Kelompok kami ditugasi untuk mengkaji tentang peran dan fungsi dari hadist serta keeduddkannya terhadap Al Qur’an. Kami yakin dalam kami menyusun makalah ini banyak kekeliruan, untuk itu kami mohon kritik dsn sarannya agar dalam mengerjakan tugas lainnya dapat lebih sempurna, dan kami ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh rekan-rekan yang telah membantu menyelesaikan tugas ini secara tuntas khususnya pada rekan-rekan dalam kelompok ini. Dan kami mohon maaf kepada seluruh pihak baik yang memberi tugas ataupun pembaca pada umumnya apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun pemaknaan kata ayat-ayat.

Penyusun



1.Urgensi hadist dalam kehidupan muslim
Hadist dalam sumber hukum kedua setelah al quran harus menjadi pegangan pokok dalam menjalankan syari’at islam, sesuai dengan firman Allah surat Al Ahzab: 36
“Dan tidaklah pantas bagi orang-orang mukmin laki-laki ataupun perempuan Allah dan rosulnya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka mempunyai pilihan lain tentang urusan merek. Barang siapa durhaka terhadap Allaj dan Rosulnya maka sesungguhnya ia telah benar-benar sesat “
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa penjelasan Nabi terhadap agama merupakan penjelasan yang harus pula ditaati setelah AlQur’an yang penjelasannya masih global. Karenanya itu Nabi menerangkan tentang waktu-waktu sholat, nishab zakat, manasik haji dan lain-lain yang tidak tercantum dalam Al Qur’an. Dan penjelsan itu menjadi wewenang Nabi.
Sangat rugi bahkab sesat apabila umat islam tidak mempelajari bahkan tidak yakin akan hadist,karena dalam pelaksanaannya manusialah yang merugi dalam segala hal karena tidak mengetahui hukum0hukum agama yang telah ditetapkanoleh Allah dan rosulnya, kehidupan umat pastilah berantakan karena buta akan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam hadist.
2.Sikap terhadap mereka yang meragukan hadist
Para pengkritik hadist kebanyakan adalah orang-orang orientalis, mereka berpendapat As Sunnah yang diriwayatkan oleh para ulama hanyalah persepsi mereka terhadap tradisi di masa rosul. Alasan mereka karena tenggang waktu As Sunnah dengan penulisannya ataupun buku-bukunya (muwatto’) dipandang cukup lama sehingga peluang ubtuk merekayasa sangat besar. Namun dalam hal ini ulama menjawabnya dengan berbagai alasan dan argument yang kuat antara lain :
1.Sanadnya bersambung dari nabi hingga perawi terakhir.
2.Para perawi adalah orang yang adil
Alasan itu menjawab dengan jelas bahwa arekayasa dalam penulisan hadist sangat tidak benar. Para orientalis kurang memahami betapa pentingnya hadist terhadap umat islam, karena tanpa hadist umat islam tidak dapat menjalankan syari’atnya yangs ecara turun-temurun telah diajarkan secara detail, praktik langsungdan dengan dakwah oleh para sahabat sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in bagaikan wali-wali, ulama serta da’I dengan tujuan kemurnian dan pembelajaran hadist tetap terjaga sepanjang masa.

3.Inkar Sunnah
Ini diartikan sebuah tindakan atau perbuatan yang tidak menyakini adanya sunnah sebagai pegangan, hanya Al Qur’an satu-satunya dasar mereka dalam menetapkan hukum. Kebanyakan orang yang dikenal dengan inkar sunnah terbagi dalam beberapa golongan, namun yang berkembang hingga sekarang adalah syiah(orang Irak) entah karena kurang fahamnya tentangfungsi sunnah ataupun karena mereka tidak percaya bahwa as Sunnah berasal dari Nabi Muhammad SAW.



Golongan yang dikenal sebagai inkar sunnah antara lain :
1.Khawarij
Mereka tidak percaya dengan hadist yang diriwayatkan oleh sahabat yang terlibat dalam pertikaian politik seperti Usman, Ali dan mereka yang terlibat dalam perang Tahkim dan perang onta.
2.Mu’tazilah
Mereka dikenal sebagai aliran aqidah rasional sehingga mereka menolak hadist yang menurut mereka kurang masuk akal. Hal ini terutama tentang hadist ahad. Namun mereka tetap menyakini hadist mutawatir. Tokoh dalam golomgan ini adalah Al Nazzam
3.Ahlul Qur’an
Pada abad 19 M kelompok yang dipimpin oleh Ghulam Ahmad Parwes tidak mengakui adanya hadist nabi baik yang ahad maupun yang mutawatir. Seperti halnya jumlah rakaat dalam sholat lima waktu, taata cara sholat diserahkan atas kebijakn Pemerintah sesuai situasi dan lokasi. Hal ini dengan alasan karena Al Qur’an hanya mengemukakan peerintah sholat saja. Kelompok-kelompok tersebut meneggunakan alasan :
1.Firman Allah QS Al An’am : 38
“Tidak kami tinggalkan suatupun dalam Al qur’an “
2.Firman Allah QS Al Hijr : 9
“Sesungguhnya kami muenurunkan Al Qur’an dan menjaganya”
3.Larangan nabi terhadap penulisan As Sunnah
4.Pendapat mereka bahwa ajaran agama harus didasarkan pada dalil yang pasti (qoth’i)
Dalam firman Allah QS Al Baqoroh ayat 1-2
“Alif Lam Miim. Itulsh Al Kitab yang tidak mengandung keraguan didalamnya”
Dalam firman Allah QS Surat Alfathir : 31
“Dan Al Kitab yang telah aku turunkan kepadamu itulah yang benar”
Dari dalil diatas para ulama (Al Siba’i) menjawab inkar sunnah dengan beberapa argument :
1.Al Qur’an uraiannya tidak lengkap secara teknis dan praktis Nabi Muhammad SAW memberi penjelasan secara rinci. Hal ini dengan melihat firman Allah dalam An Nahl : 44
“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”
2.Surat Al Hijr : 9 Al Dzikr berarti hadist nabi. Al Qur’an maupun fikiran jernih untuk umat islam yang dijanji allah SwT dijamin kemurniannya.
3.Tidak ada perintah dalam penulisan hadist disebabkan ditakutkan tercampurnya Al Qur’an dengan hadist namun orang-orang tertentu diberi izin mencatatnya
4.Dsb

5.Fungsi Hadist
Jumhur ulama berpendapat bahwa As Sunnah bertindak sebagai penerang segala penerang sgala yang dikehendaki oleh Allah.
Pendapat lain mengatakan bahwa hadist merupakan petunjuk praktis yang dalam Al Qur’an belum terperinci
Jadi jelaslah bahwa hadist secara global berfungsi sebagai penjelas,pensyarah, penafsir, pengaid dan pentakhsis dari Al Qur’an.
Alasan hadist menjadi dasar hukum yang kedua
1.Assunnah merupakan sumber syariet islam yang kedua sesuai dengan kebijakan para pemimpin islam dahulu. Mereka merujuk kepada hadist tentang suatu masalah keagamaan, karena dalam Al Qur’an tidak ditemukan.
2.Karena rutbah Al Qur’an lebih tinggi daripada hadist
3.Al Qur’an merupakan pokok atau pangkal dari as sunnah dan As Sunnah adalah penjelasan dari Al Qur’an
4.As Sunnah merupakan segala sesuatu yaaaang berasal dari nabi dan itu merupakan uswaatun hasanah yang harus selalu diteladani umaat islam.

PENUTUP
Atas limpahan rahmat dan hidayah. Allah SWT makalah ini dapat terselesaikan walaupun tidak tepat pada waktunya. Namun segala kesempurnaaanya dataang dari Allah dan segala kekurangannya. Dan seegala kekurangan adalah berasal dari kelompok kami, dalam kajian ini penyusun berusaha agar segala sesuatunya dapat mengundang manfaat bagi segala. Pihak dalam makalah ini minimnya buku menjadi kendala dan hal itu akan menjadi pelajaran pada tugas berikut. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Jual Beli STAIN

PENDAHULUAN

Banyak hal yang tercakup didalam era global sekarang ini. Sector-sektor khidupan didalamnya, baik sosila, politik, budaya dan hankam. Bahkan sampai dengan masalah ekonomi. Berkaitan dengan banyaknya peluang utnk berdagang misalnya, itupun terkait dengan kondisi yang dijalani dunia ini. Adanya pasar bebas yang terbentuk, mempermudah kaum saudagar untuk lebih memperluas jaringan perekonomian. Hal ini terkait pula dengan adanya jual beli, atau bisa disebut transaksi.
Jual beli adalah salah satu perjanjian timbale balik dari pihak satu berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya berjanji unutuk membayar harganya yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Perkataan jual beli menunjukkan bahwa adanya penjula dan pembeli. Dalam istilah asing, Belanda "koopen verkoop" yang berarti verkoopt, menjual dan koopen, membeli.
Barang –barang yang hendak diperjual belikan setidak-tidaknya berwujud dan jumlahnya dapat dipertanggungjawabkan kepada si pembeli. Unsure-unsur pokok jual bei adalah adanya barang dan harga. Sesuai dengan asas konsensualisme, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan dengan pada deti tercapainya "sepakat". Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang0barang dan harga maka lahirlah perjanjian jual beli. Hal ini diperkuat dengan kata sepakt saja dan behwa perjanjian ini sudah dilahirrkan pada saat tercapainya consensus (kesepakatan ) didalamnya. Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat.
JUAL BELI

A.PENGERTIAN
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan batang yang lainnya dengan cara tertentu yang dinamakan akad

      
Artinya :" Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. "
                         
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
[287] larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.

B.RUKUN JUAL BELI
1.Penjual dan Pembeli
Syaratnya adalah :
a.Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
b.Dengan kehendak sendiri (bukan paksaan)
c.Tidak mubadzir (pemboros)




Firman Allah SWT
                
5. Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
[268] orang yang belum Sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.
d. Baligh (berumur 15 tahun keatas/ dewasa)
2.Uang dan Benda yang dibeli
Syaratnya adalah :
a.Suci. Barang najis tidak sah unutk diperjual belikan dan tidak boleh dijadikan uang utuk dibelikan seperti kulit binatang/ bangkai yang belum disamak
b.Ada manfaatnya. Tidak bolehmenjual barang yang yang tidak ada manfaatnya.
c.Barang tersebut dapat diserahkan
d.Barang tersebut merupakan kepunyaan sipenjual kepunyaan yang diwakilinya atau yang mengusahakan
e.Barang tersebut diketahui oleh sipenjual dan sipembeli
3.Lafadz Ijab dan Qobul
Ijab adalah perkataan si Penjual, umpamanya : " Saya jual barang ini sekian ".
Qobul adalah ucapan siPembeli umpamanya " Saya terima (saya beli) dengan harga sekian".
Menurut para ulama yang mewajubkan lafadz, lafadz itu diwajibkan memnuhi beberapa syarat :
a.Keadaan ijab dan Qobul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.
b.Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walupun lafadz keduanya berlainan.
c.Keduanya tidak desangkutpautkan dengan urusan lain
d.Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan atau setahun.

BEBERAPA JUAL BELI YANG SAH, TETAPI DILARANG
Mengamati jual beli yang tidak diperbolehkan agama, disini akan diuraikan beberapa cara saja sebagai contoh perbandingan bagi ayng leinnya, yang menjadi poko sebab timbulnya larangan adalah :
1.Menyakiti si Penjual, Pembeli atau orang lain
2.Menyempitkan gerakan pasar
3.Merusak ketentraman umum

* Membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasar
* Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam khiyar
* Mencegat orang yang datang dari desa diluar kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka sampai kepasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar
* Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal
* Menimbunbarang dan menjualnya dengan harga yang lebih mahal
* Menjual suatu barang yang berguna, tetapi kemudian dijadikan alat maksiat oleh yang membelinya.
* Jual beli yang disertai penipuan

C.KHIYAR
Khiyar adalah " Boleh memilih antara dua, menruskan akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali dan tidak jadi jual beli)
Khiyar ada dua macam yaitu :
1.Khiyar Majelis
Artinya si Pembeli dan si Penjual boleh memilih antara dua perkara tadi selama keduanya masih tetap berada ditempat jual beli.
Habislah khiyar mejelis ketika :
- Keduanya memilih akan meneruskan akad
- Keduanya terpisah dari tempat jual beli arti berpisah ialah menurut kebiasaan.

2.Khiyar Syarat
Artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau salah satu seoarang. Seperti kata si Penjual " Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga hari "
Khiyar syarat boleh dilakukan dalam segala hal jual beli, kecuali barang yang wajib diterima ditempat jual beli seperti barang barang riba. Masa khiyar syarat paling lam hanya tiga hari tiga tiga malam. Terhitung dari waktu akad

3.Khiyar 'aibi (cacat)
Artinya si Pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi kualitas barang tersebut. Atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang yang seperti itu baik, dansewaktu akad cacatnya itu sudah ada, tetapi sipembeli tidak tahu, atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.

MEMBATALKAN JUAL BELI
Apabila terjadi penyesalan diantara dua orang yang berjual beli, disunnahkan atas yang lain untuk membatalkan akad jual beli antara keduanya.

D.HUKUM-HUKUM JUAL BELI
1.Mubah (boleh) merupakan hukum asli jual beli
2.Wajib, umpamanya menjual harta anak yatim apabila terpaksa, begitu juga menjual harta musafir (orang yang lebih banyak utangnya daripada hartanya) sebagaimana yang akan diterangkan nanti.
3.Haram, sebagaimana telah diterangkan pada macam-macam jual beli yang dilarang
4.Sunnah, Misalnya jual beli kepada sahabat atau famili yang dikasihi dam kepada orang yang sangat membutuhkan barang itu.



E.KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SI PENJUAL
Bagi pihak Penjual ada dua kewajiban utama yaitu,
a.Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan.
b.Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menaggung terhadap cacat-cacat. Dalam artian bahwa kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan egala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari sipenjual kepada si Pembeli. Ada 3 macam penyerahan hak miliik berdasarkan bentuk barangnya :
- Untuk barang bergerak, cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang tersebut
- Untuk barang tetap (tak bergerak) dengan perbuatan yang dinamakan "balik nama" / overschijuing didepan petugas /pegawai baliknama
- Untuk barang tak Bersetubuh atau bentuk penyerahan atas barang –barang atas utang-piutang. Hal ini dengan cara membuat akta otentik atau dibawah tangan yang mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi si Berhutang tidak berakibat apa apa melainkan setelah penyerahan diberitahukan kepada nya secarra tertulis, disetujui dan diakuinya.

Sedang menurut kewajiban menanggung kenikmatan tenteram dan menanggung terhadap cacat tersembunyi adalah kewajiban untuk menanggung atas konsekwensi dari pada jaminan oleh penjual yang diberikan ke pembeli bahwa barang yang dijual dab dibeli itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan suatu pihak.
Kewajiban tersebut menemukan kassasinya dengan kewajban untuk mem memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi di pembeli karena suatu gugatan dari pihak ketiga, dengan putusan hakim hukum untuk menyerahkan barang yang telah dibelinya. Kepada pihak tersebut. Maka dari itu, untuk menghindari hal hal tersebut biasanya si penjual dan pembeli memiliki perjanjian tersendiri. Bahkan berkenaan dengan barang dan harganya, serta kadang sipenjual atau pihak pelaku lepas dari kewajiban atas tanggungjawab barang yang dijual.



Namun hal ini ada batasannya yakni :
a.Meskipun telah diberjanjikan sopenjual untuk tidak akan menanggung sesuatu apapun, namun ia tetap bertanggung jawab tentang apa yang berupa akibat dari perbuatan yang ia lakukan
b.Si penjual, ketika terjadi sesuatu penghukuman terhadap si pembeli untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain, diwajibkan mengembalikan harga pembelian, kecuali apabila si pembeli ini pada waktu pembelian dihukum mengetahui tentang putusan hakim untuk menyerahkan barang yang dibelinya.
Jika tidak ada perjanjian sebelumnya, mengenai hal diatas, maka sipembeli dapat meminta haknya.
a.Pengembalian uang harga pembelian
b.Pengembalian hasil-hasil jika ia diwajibkan menyerahkan hasil hasil tersebut kepada pemilim asli yang melakukan tuntutan
c.Biaya yang dikeluarkan beerhubungan dengan gugatan yang ditanggung pembeli.
d.Penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyeeahannya, sekedar itu telah dibayar oleh pembeli.
Jika pada waktu yang telah ditentukan, telah dijatuhkan hukuman untuk menyerahkan barangnya kepada oranglain, barang itu telah merosot harganya, maka sipenjual tetap diwajibkan mengembalikan uang harag pembelian seutuhnya. Selanjutnya penjual diwajibkan mengembalikan kepada pembeli atas segala biaya yang telah dikeluarkan utnuk pembetulan dan perbaikan yang perlu pada barangnya.

F.KEWAJIBAN BAGI PEMBELI
Kewajiban utamanya adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Harga tersebut harus berupa sejumlah uang. Dalam pengertian jual beli dijelaskan dsatu pihak berbentuk barang pihak lain berbentuk uang. Meskipun dahulu kita sempat mengenal barter, hal ini tidaklah sama. Jika ternyata pembeli tidak dapat memenuhi sejumlah uang, atas harga barang tersebut, si pembeli memiliki wewenang untuk menuntut penjual atas barang tersebut.



G.RESIKO JUAL BELI
Yang dimaksud dengan ini adalah kewajiban menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Misalnya, barang yang diperjual belikan musnah diperjalanan karena kapal yang mengangkutnya karam ditengah laut. Lalu siapa yang harus memikul kerugian tersebut. Pihak yang menderita yang menanggung tanpa meunutut pihak lain maka disebut pihak pemikul resiko.
PERATURAN MENGENAI RESIKO JUAL BELI
1.Mengenai barang tertentu yakni barang yang sudah ditunjuk atau diincar pembeli
2.Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah dan ukuran
3.Mengenai barang yang dijual menurut tumpukan maksudnya barang yang dipasarkan atau disediakan untuk pembeli.
Kesimpulannya adalah bahwa selama belum dilever, mengenai barang dari macam apa saja, resikonya masih harus dipikul penjual sampai barang tersebut secara syah telah menjadi milik pembeli


















KESIMPULAN

Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lainnya dengan cara tertentu.
Rukun jual beli :
1.Berakal, agar dia tidak terkecoh
2.Dengan kehendak sendiri
3.Tidak Mubadzir

Ijab Qobul
Ijab adalah perkataan penjual dan qobul adalah ucapan si pembeli

Larangan dalam jual beli
1.Menyakiti penjual
2.Menyempitkan gerakan pasaran
3.Merusak ketentraman umum

Dalam jual beli pembeli mempunyai kewajiban yaitu membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian

Jual beli mempunyai resiko yaitu kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.
Jadi, bahwa selama belum deliver, mengenai barang dan macamnya apa saja, resiko harus dipikul oleh penjual dan sampai barang itu secara syah telah menjadi milik pembeli.

FIQH- Sholat

ISI
A.MAKNA SHOLAT
Dalam bahasa arab perkataan sholat digunakan dalam berbagai arti. Diantaranya digunakan untuk arti "do'a" , seperti dalam firman Allah dalam Al Qur'an aurat At Taubah : 10
                  
Selain itu sholat juga digunakan dalam arti " rahmat " dan untuk arti mohon ampunan seperti dalam firman Allah surat Al Ahzab : 43 dan 56
              
              
Dalam istilah ilmu fiqh sholay adalah salah satu macam bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan ucapan tertentu dan degnan syarat-syarat tertentu pula1
B.KEDUDUKAN SHOLAT
Banyak ayat Al Qur'an yang berisi perintahuntuk mengerjakan sholat seperti dalam surat Al Baqoroh ayat 110 dan surat An Nisa' 103. Perintah sholat tidak hanya ketika kita sedang sholat ,namun dalam keadaan apapun seorang dituntut untuk sholat. Hal ini ditegaskan dalam surat Al Baqoroh ayat 238-239 dan An Nisa' 101. Hanya saja dalam keadaan tertentu kita diberi keringanan dalam mengerjakannya missal ketika sakit atau dalam perjalanan.
Begitu ketatnya perintah sholat hal ini menunjukkan bahwa sholat memiliki kedudukan yang sangat penting bagi seorang muslim. Dalam Al Qur'an surat Al Baqoroh 1-3 diterangkan bahwa sholat adalah salah satu unsure pembentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Sejalan dengan firman Allah Nabi Muhammad SAW bersabda
بني الاسلام علي خمس : شهادة ان لااله الاالله وان محمد رسول الله واقام الصلاة وايتاء الزكاة و الحج وصوم رمضان
Sholat bukan hanya sebagai salah satu unsure agama islam melainkan sholat adalah amalan yang menduduki sebagai unsure pokok dan dimana ini berkedudukan sebagai soko gurunya. Rosulullah SAW bersabda
الصلاة عماد الدين فمن اقامها فقد اقام الدين ومن عدمها فقد هدم الدين
Karena kedudukannya sebagai soko guru agama, maka sholat menjadi tempat bertumpu dan bergantung bagi amalan-amalan yang lainnya. Karena itu apabila kualitas sholat seseorang buruk maka rusaklah seluruh amalannya. Dan sebaliknya jika kualitas sholatnya baik maka tidak diragukan lagi akan kebaikan seluruh amalnya.


" Yang pertama kali dihitung dari amalan-amalan hamba pada hari kiamat adalah amalan sholat. Jika amalan sholat itu baik maka baiklah seluruh amalannya dan jika amalan sholatnya rusak maka rusaklah seluruh amalannya"
C.HIKMAH SHOLAT
Sholat adlah pekerjaan hamba yang beriman dalam situasi menghadapkan wajah dan sukmanya kepada Allah SWT. Maka apabila sholat dilakukan secara tekun dab continue akan menjadi alat pendidikan rohani dan jasmani yang efektif, memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan kesadaran. Makin banyak sholat itu dilakukan dengan kesadaran bukan dengan paksaan dan tekanan apapun, berarti sebanyak itu pula rohani dan jasmani dilatih berhadapan dengan Allah SWT. Dan efeknya membawa kepada kesucian rohani dan jasmani
Jika dilihat dari segi kedisilinan, sholat adalah pendidikan yang menjadikan manusia hidup teratur. Dengan kewajiban lima waktu dalam sehari seorang muslim tentu selalu memperhatikan waktu dan peredaran perjalanan masa. Kesadaran tentang waktu akan membawa hidup yang teratur dan penuh manfaat.
Dalan sholat juga banayk dianjurkan untuk berjama'ah. Karena akan mendapatkan 27 kali lipat pahala dari sholat munfarid. Disamping itu, dengan berjama'ah akan mendidik manusia menumbuhkan solidaritas social yang tinggi dan ajaran persamaan antar manusia.
Disamping hikmah-hikmah sholat diatas, masih banya hikmah lainnya yang tidak dapat kami tuliskan dalam makalah ini.
D.AYAT-AYAT ALQUR'AN TENTANG SHOLAT
AlQur'an sebagai dasar hokum islam tertinggi. Semua Perintah dan larangan dalam islam diatur dalam Al Qur'an salah satunya perintah Sholat ini.
1.Surat An Nisa' 103
                      
103. Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Penafsiran kata-kata sulit
: kalian telah melaksanakan sholat
: lakukanlah sholat dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya
: suatu fardlu yang telah ditetapkan harus dilakukan dalam waktu tertentu(yang ditetapkan )2
Penjelasan
Agar seorang muslim selalu ingat kepada Allahh dalam keadaan apapun, dengan berdzikir agar segala sesuatu menjadi mudah. Firman surat Al Anfal : 45
            
45. Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu beruntung.
[620] maksudnya ialah: memperbanyak zikir dan doa.

Sholat pada waktunya adalah cara berdzikir yang sangat baik. Dan seorang muslim dituntut untuk melaksanakan sholat 5 waktu tepat pada waktunya dalam keadaan apapun. Apabila ia dalam keadaan yang tidak biasa, adalah lebih baik jika iasholat pada waktunya meskipun diqoshor tetapi syaratnya terpenuhi daripada mengakhirkannya agar dapat melaksanakan dengan sempurna.
2.Surat Al Ankabut ayat 45
                        
45. Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Penjelasan
Dengan sering membaca AlQur'an merenungkan rahasia dan faedah yang terkandung didalamnya, seorang akan selalu ingat kepada Allah dan orang tersebut akan terodrong akan termotivasi untuk menamalkan segala macam hokum, adab dan akhlakulkarimah
Sholatlah dengan khusu' dan merrendahkan hati, karena dengan sholat yang khusu' dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Hal ini bukan merupakan isapan jempol belaka, melainkan kita tahubahwa setiap ucapan dan perbuatan kita dalam sholat terdapat isyarat untuk meninggalkan kekejian dan kemunkaran.
Pada hakekatnya Allah sangat menyanyangi hambaNYa dan selalu ingat kepada hambaNYa, hal ini terbukti dengan banyaknya rahmat yang telah kita rasakan.Maka dari itu kita seharusnya selalu ingat kepada Allah kapanpun dan dimanapun.
Allah Maha Mengetagui semua perbuatan kita baik yang jelas ataupun tersembunyi. allah juga akan membalas semua amalan kita sesuai dengan perbuatan yang telah kita lakukan. Dia akan membalas kebaikan kita dengan pahala, dan membalas semua keburukan kita dengan siksa yang amat pedih.
       
7. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi[914].
[914] maksud ayat Ini ialah: tidak perlu mengeraskan suara dalam mendoa, Karena Allah mendengar semua doa itu walaupun diucapkan dengan suara rendah.
3.Surat Thohaa 132
               
132. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
Penjelasan
Perintah Allah kepada hamba-hambaNya agar selalu melakukan sholat. Karena Sholat itu banyak sekali manfaatnya dan orang yang mengerjakannya akan mendapat pahala
                               
2………barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Allah hanya memerintahkan hambaNYA untuk sholat tanpa meminta harta kepada mereka. Karena Allahlah yang telah memberi mereka harta kekayaan. Dan dengan sholat itulah seseorang akan mendapatkan sesuatu yang kekal di sisi Allah SWT
                 
96. Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. dan Sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.
4.Surat Al Baqoroh ayat 45-46
                            
45. (ingatlah), ketika malaikat berkata: "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat[195] (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),
46. Dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah termasuk orang-orang yang saleh."

FIQH- Darah wanita


IDENTITAS BUKU
Judul : Masalah Darah Wanita
Penulis : Muhammad Shaleh Al-Ustaimin
Penerbit : GEMA INSANI PRESS, Jakarta
Cetakan : Ketiga, April 1994
Tebal : 69 Halaman

MASALAH DARAH WANITA
Oleh : Muqorobin NIM : 11106086

HAID DAN HUKUM-HUKUMNYA
Haid merupakan kebiasaan wanita yang mengeluarkan darah yang tanpa disebabkan oleh sesuatu, misalnya penyakit, luka atau karena melahirkan.
Ketika janin dalam kandungan seorang ibu belum mampu makan layaknya orang diluar kandungan, maka Allah menjadikan darah sebagai sari makanan bagi si janin yang mengalir kejanin melalui pusarnya dengan tanpa mengunyah atau mencernanya.
Wanita pada umumnya akan mengalami haid antara umur 12 sampai 50 tahun. Tapi ada juga wanita yang mengalaminya sebelum umur 12 tahun dan sesudah umur 50 tahun masih mengalminya. Hal inii tergantung dari kondisi, lingkungan dan iklim yang mempengaruhi sii wanita tersebut.
Para ulama berbeda pendapat tentang lamanya haid. Pengarang buku ini sendiri sependapat dengan pendapat Ibnu Mundhir “ bahwa haid itu tidak mempunyai batasan waktu minimal atau maksimal. Dengan landasan dalil Al Qur’an


Artinya : “mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, haid itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan dirimu dari wanita diwaktu haid. Dan jangananlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…” Al Baqoroh : 222
Jadi Allah menjadikan batasan larangan itu dengan kesucian (ath thuhr) bukan dengan lamanya haid sehari semalam, tiga atau lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi ‘ ilat (alasan) atau patokan hukum untuk menentukan seorang wanita sudah suci aau belum dari haidnya, adalah haid, yakni ada dan tidaknya. Dengan demikian kapan saja seorang haid dan kapan saja ia suci maka lepaslah ia dari hukum-hukum haid tersebut
Bagi wanita yang sedang mengalami haid, banyak hukum yang dikenakan padanya. Termasuk pada suaminya. Baik berupa larangan maupun kewajiban. Adapun larangannya meliputi : sholat, puasa, thowaf di ka’bah, gugurnya pelaksanaan thowaf wada, berdiam didalam masjid, jima’ dan thalaq. Adapun kewajibannya meliputi : menghitung ‘idah thalaq dengan haid. Hukum bebasnya rahimnyadari kehamilan, kewajiban mandi.

ISTIHADLOH DAN HUKUM-HUKUMNYA
Istihadloh adalah darah wanita yang keluar terus menerus tanpa henti atau berhenti sebentar (satu hari atau dua hari) dalam sebulan. Darah itu bukan darah haid kerena keluarnya disebabkan penyakit juga dinamakan darah rusak.
Bagi wanita yang sedang mengeluarkan darah istihadloh dikenakan larangan yaitu jima’ dan diwajibkan bagi dia yaitu : wudlu setiap kali mau mengerjakan sholat, sebelum wudlu ia harus membersihkan vaginanya dan menyumbatnya setelah itu.
NIFAS DAN HUKUM-HUKUMNYA
Nifas nerupakan darah yang keluar diakibatkan melahirkan, baik berbarengan dengan kelahiran itu, sesudah melahirkan ataupun sebelum melahirakan (sekitar dua atau tiga hari ) yang diiringi rasa sakit.
Dalam buku ini diterangkan bahwa ada batas minimal dan maksimalnya. (menurut Syeiikh Taqiyuddin ) jika seorang wanita ditakdirkan darah (nifas) hingga lebih dari 40, 60 atau 70 hari, maka tetap itu darah nifas. Namun jika keluarnya darah itu terus menerus berlanjut, maka itu darah penyakit.
Bagi wanita yang mengalami darah nifas juga dikenakan hukum yang sama dengan wanita yang mengalami haid, kecuali dalam beberapa hal sebagai berikut ‘iddah, lamanya ‘ila, bulugh (kedeewasaan) dll

PERNYATAAN
Resensi ini adalah karya saya sendiri dan daya tanda tangani setelah salat tahajud pada hari tanggal pukul

Yang menyatakan


Muqorobin
NIM : 11106086














LAILATUL QODAR
Oleh : Moqorobin


Engkau berikan cahaya terang
Hari yang penuh kemulyaan
Hari yang penuh ampunan
Malaikat-malaikat berdatangan
Malam seribu bulan
Engkau tebarkan bintang
Menerangi kegelapan
Menebarkan rohmat keilahian
Engkau kabulkan do’a
Tuk orang-orang yang sujud
Wahi Tuhan yang kuasa
Tunjukanlah hari yang mulia



Selasa, 27 Januari 2009

ilmu qur'an- Munasabah

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu bentuk bukti perhatian kami terhadap pendalaman ilmu Al-Qur’an dengan menyusun makalah ini. Makalah ini berisi pembahasan tentang Ilmu Munasabah. Sebuah ilmu yang sangat berharga bagi umat islam dan sebuah ilmu yang ikut memperkaya khasanah intelektual islam.
Dengan mempelajari ilmu Munasabah ini kita akan diajak mengarungi samudera mu’jizat Al-Qur’an yang luar biasa luasnya.
Pembahasan ilmu ini dimulai dari definisi Munasabah dan pemikira-pemikiran para ulama mengenai ilmu nunasabah. Kemudian kami menerangkan macam-macam munasabah, terakhir kami mencoba mencari korelasi dan relevansi antara ilmu munasabah dengan ilmu Asbabunnuzul dalam penafsiran Al-Qur’an
Tidak ada makhluk yang sempurna begitu pula dengan karya dari makhluk. Kami menyadari bahwa pembahasan kami tentang munasabah masih sangat jauh dari sempurna.
Tetapi kami berharap semoga ini semua dapat bermanfaat bagi kita semua didunia sampai diakhirat. Wallahu A’lam bisshowab.













BAB II

PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN MUNASABAH
Secara etimologi munasabah berarti al-musyakalah (kesurupan) dan al-muqorobah (kedekatan). Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna ayat-ayat atau antara surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (aqli) indrawi (hassiy), atau imajinaif (khayali) atau korelasi berupa asbabun nuzul dan al musabab, ‘ilat dan ma’lul; perbandingan dan perlawanan
Munasabah berupaya menangkap korelasi satu uraian dalam al-Qur’an yang diperkuat maknanya oleh uraian yang lain sehingga nampak seperti bangunan yang setiap bangunnya menopang bagian yang lainnya. Secara singkat munasabah dapat kami artikan sebagai relevansi hubungan atau keterkaitan antara ayat-ayat dengan ayat/surat lain yang tersusun secara taufiqi bagaikan untaian kalung yang menakjubkan.
Membahas masalah munasabah kita tidak akan terlepas dengan Ilmu Tanasibul Ayat was Suwar ( ). Yaitu ilmu Al-qur’an mengenai masalah munasabah, ilmu untuk mengetahui adanya relevansi antar ayat dan antar surat. Ilmu ini yang membantu kita dalam memahami dengan tepat hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan.
Seorang ulama yang sangat berjasa dalam ilmu ini adalah Burhanudin Al-Biqo’idin. Beliau telah menyusun sebuah kitab yang sangat berharga dalam ilmu munasabah, yang diberi nama Nadhmu Ad-Durur Fi Tanasibul Ayat Was Suwar ( )
Untuk lebih memperjelas pemahaman akan ilmu munasabah, kami kira perlu menambahkan pendapat –pendapat para ulama kaitannya dengan imu ini. Secara garis besar ada dua pendapat dikalangan ulama tentang Ilmu Tanasibul Ayat Was Suwar
a.Pendapat yang menyatakan bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansi dengan ayat dan surat yang lainnya. Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya yaitu

-Abu Bakar Al-Naisaburi (wafat tahun 324 H)
Beliau adalah ulama pertama yang memperkenalkan ilmu munasabah di Baghdad, Irak. Beliau mencela, mengkritik ulama Baghdad karena mereka tidak tahu adanya relevansi antara ayat-ayat dan antar surat-surat. Ia selalu mengatakan “mengapa ayat ini dibuat atau diletakkan didekat ayat itu dan apa hikmahnya membuat (meletakkan) surat ini didekat surat ini”
Sebuah ungkapan yang membuktikan bahwa beliau menganggap setiap ayat/surat dengan ayat/surat lain pasti ada munasabahnya.
-Muhammad ‘Izal Daruzah
Beliau mengatakan bahwa semula manusia mengira tidak ada hubungan antara ayat/surat dengan ayat/surat lain. Tetapi sebenarnya ternyata, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat surat itu ada hubungan antara satu dengan yang lainnya.
-Asy-Syatibi
Beliau menjelaskan bahwa satu surat walaupun dapat mengandung banyak masalah, namun masalah-masalh tersebut berkaitan dengan satu sama lain. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangannya pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surat atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.
-Imam Fachruddin
Beliau adalah ulama yang banyak bicara tentang ilmu ini. Didalam kitabnya beliau mengatakan bahwa banyak rahasia Al-Qur’an tersimpan pada urutan penempatan ayat dan korelasi antar ayat.

b.Pendapat yang mengatakan munasabah itu tidak selalu ada. Hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada munasabahnya satu sama lain. Yang mewakili pendapat ini antara lain :
Dr. Shubhi Al-Shahih
Beliau mengatakan bahwa munasabah/ hubungan/relevansi antara ayat/surat dengan ayat/ surat lainnya tidak selalu ada. Hal ini berdasarkan pada tertib ayat-ayat yang taufiqi. Tertib ayat/surat yang taufiqi tidaklah berarti harus ada relevansinya, jika ayat ini memiliki asbabunnuzul yang berbeda-beda. Disamping itu beliau mengemukakan juga bahwa apabila antara ayat-ayat dan antara surat-surat yang tidak ada tamasul atau tasyabuh (persamaan/kesesuaian) antar maudhu’-maudhu’nya maka sudah tentu tidak ada relevansi atau munasabahnya.
Syaikh Izzudin bin Abd As-Salam
Beliau mengatakan bahwa ada tidaknya munasabah antar ayat-ayat atau surat-surat tergantung pada kesamaan tema mulai dari aawal sampai akhir surat. Turunnya Al-Qur’an dilatarbelakangi oleh sebab-sebab dan tema-tema yang berbeda. Untuk itulah tidak perlu untuk dipaksakan dalam menemukan munasabah antaranya.


B.MACAM-MACAM MUNASABAH
a.Munasabah Antar Surat
Sebagaimana yang telah kami bahas didepan bahwa terdapat hubungan antara surat-surat dengan surat lainnya dlaam al-Qur’an walau terdapat perbedaan tentang ada dan tidaknya munasabah antar surat. Ada yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan antar ayat, tetapi sukar sekali mencari mencari hubungan antar surat. Memang mencari relevansi antar surat tidaklah mudah karena surat merupakan kumpulan ayat. Banyak ulama yang menyatakan adanya kerumitan dan kesulitan didalam memahami munasabah antar surat Al-Qur’an. Oleh karena itu hanya sedikit ulama tafsir yang mengungkapkan adanya munasabah antar surat. Mereka cukup mencari adanya dua lafadh yang sama atau adanya dua ayat yang sebanding didalam kedua surat yang berurutan letaknya. Baik dua lafadh dan dua ayat yang serupa/sebanding itu terdapat dipermulaan atau pertengahan atau dipenghabisan surat.
Untuk jelasnya kami ambilkan contoh-contoh beberapa surat yang ada hubungannya satu sama lain.
1.Munasabah antara surat Al-Fath dengan surat sebelumnya (Al-Qital) dan dengan surat sesudahnya (Al-hjurat). Surat Al-Qital sebagai prolog tentang peperangan kaum muslimin dengan musyrikin Arab, surat AL-Fath yang berisi perdamaian Hudaibiyah, bukan pembebasan kota Makkah, sedangkan surat Al-Hujurat sebagai follow upnya yang mengatur bagaimana seharusnya umat islam.
2.Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa antara surat Al-Isra’; yang dimulai dengan tasbih ada munasabahnya dengan surat Al-Kahfi yang dimulai dengan tahmid. Sebab tasbih biasanya didahulukan dari tahmid.
3.Ada juga yang berpendapat bahwa permulaan surat Al-baqoroh

adalah isyaroh munasabah kepada lafazd yang ada disurat Al-Fatihah ayat keenam

seolah-olah mereka mohon petunjuk kejalan yang lurus, maka diterrangkan kepada mereka bahwa jalan yang lurus yang mereka mohon itu adalah Al-Qur’an
4.Mereka juga mengatakan bahwa surat Al-Kaustar mrerupakan imbangan dari surat Al-Ma’un sebab pada surat yang dahulu (AL-Ma’un) terdapat sifat-sifat orang-orang munafik sebanyak empat ialah kikir, tidak sembahyang, melakukan sholat dengan riya’, dan enggan mengeluarkan zakat maka didalam surat Al-Kaustar disebut sebagai imbangan sifat kikir disebut sebagai imbangan dengan meninggalkan sholat, dan disebut (untuk keridhoan Tuhanmu) sebagai imbangan dengan sifat riya’, disebut juga (berkurbanlah) sebagai imbangan sifat enggan membayar zakat.

b.Munasabah Antar Ayat
Ayat-ayat Al-Qur’an telah tersusun sebaik-baiknya berdasarkan petunjuk dari allah SWT sehingga pengertian tentang suatu ayat kurang dapat dipahami begitu saja tanpa mempelajari ayat-ayat sebelumnya. Kelompok ayat yang satu tidak dapat dipisahkan dengan kelompok ayat berikutnya. Antara satu ayat dengan ayat sebelum kelompok ayat berikutnya. Antara satu ayat dengan ayat sebelumnya dari sesudahnya mempunyai hubungan yang erat dan kait mengait, merupakan mata rantai yang sambung menyambung. Hal inilah yang disebut dengan istilah munasabah ayat.
Kami berikan beberapa contoh adanya munasabah antara ayat :
1.Firman Allah dalam surat Al-Ghosiyah ayat ke 17-20 :





Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan onta bagaimana dia diciptakan ? dan langit bagaimana ia ditinggikan ? dan gunung-gunung bagaimana ia diletakkan ? dan bumi bagaimana ia dihamparkan ? ”(QS. AL Ghosiyah 17-20)
Al-Zarkasyi menunjukan adanya munasabah antara ayat-ayat tersebut,dengan menyatakan bahwa masyarakat Badui yang hidup primitive pada waktu turunnya Al-Qur’an, binatang onta adalah sangat penting untuk kehidupan mereka dan onta itu memerlukan air. Itulah sebabnya mereka selalu memandang ke langit untuk mengharapkan hujan turun. Mereka juga memerlukan tempat aman umtuk berlindung. Dan tempat itu tiada lain kecuali gunung-gunung. Kemudian mereka selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang laiinnya untuk kelangsungan hidup mereka(nomaden). Maka apabila seorang badui melepaskan khayalnya, gambar-gambar disebut diatas akan terlihat dimukanya, sesuai dengan urutan ayat-ayat tersebut.

C.RELEVANSI ILMU MUNASABAH DENGAN ILMU ASBABUNNUZUL DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Munasabah dan Asbabunnuzul sama-sama cabang dari ulumul qur’an yang menerangkan makna Al-Qur’an. Jika Asasbabunnuzul membahas ayat/surat Al-Qur’an melalui sebab-sebab turunnya dan latar belakang historis, maka Munasabah mencoba membahas ayat dan surat Al-Qur’an berdasarkan hubungan / relevansi dengan ayat/surat lainnya.
Asbabunnuzul merupakan ilmu yanbg diakui sangat kuat dalam membantu mencari makna ayat/surat Al-Qur’an. Memang mengetahui Asbabunnuzul sangat membantu dalam memahami ayat. Namun demikian terdapat beberapa kelemahan dalam pencarian makn melalui cara Asbabunnuzul ini, yaitu ddalam hal periwayatan. Mengetahui Asbabunnuzul suatu ayat/surat sama halnya dengan menerapkan teori “lompatan waktu”. Kita dapat mengetahui sebab-sebab turunnya suatu ayat/ surat hanya melalui satu sumber yaitu sumber riwayat.
Suatu masalah akan muncul manakala terdapat dua atau lebih riwayat yang saling bertentangan mengenai suatu ayat. Hanya ada satu kemungkinan yaitu riwayat yang tidak shohih, tidak mungkin semua riwayat benar. Inilah yang menyulitkan para mufasir dalam mengungkapkan suatu makna ayat/surat
Demikianlah keberadaan ilmu munasabah menjadi salah satu alternative bagi kita untuk memahami makna ayat/surat dalam Al-Qur’an.bilamana ia tidak menyimpang dari apa yang telah diterangkan dalam asbabunnuzul.
Lebih jauh menurut Muhammad Abduh suatu surat memiliki satu makna dan erat pula hubungannya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Apabila suatu ayat belum atau tidak biketahui Asbabunnuzulnya atau ada Asbabunnuzul tetapi riwayatnya lemah, maka ada baiknya pemahaman suatu ayat/surat dalam AL-Qur’an ditinjau dari sudut munasabahnya dengan ayat/surat sebelum maupun sesudahnya.
Melalui ilimu Munasabah suatu ayat/surat dapat dipahami makna tanpa asbabunnuzul. Asal seorang mufasir mempunyai pengetahuan yang luas tentang munasabah bagi kita baik Asbabunnuzul atau Munasabah sangat membantu dalam menerangkan mengungkapkan makna suatu ayat atau surat dalam AL-Qur’an. Asbabunnuzul dan Munasabah sebagai cabang ulumul qur’an yang saling membantu dan melengkapi dalam menafsirkan AL-Qur’an.

BAB III

PENUTUP

Ilmu Munasabah adalah ilmu yang sangat berharga bagi kita. Ilmu ini mencoba mengungkap mekna ayat/surat dalam Al-Qur’an melalui korelasi dan relevansi antar ayat dan surat. Hal ini memungkinkan hidup pada abad 15 H untuk mempelajari ayat-ayat Tuhan.
Keberadaan Ilmu Munasabah ikut serta melengkapi ilmu Asbabunnuzul. Keduanya bersama-sama mencoba menerangkan ayat dari sudut pandang yang berbeda. Juka asbabunnuzul membahas ayat-ayat dari segi sebab turunnya, maka MUnasabah membahas relevansi ayat-ayat untuk mengungkap makna ayat/ suret Al-Qur’an.
Mempelajari ilmu Munasabah adalah suatu keharusan bagi kita sebagai mahasiswa islam. Karena sebagian rahasia-rahasia Al-Qur’an dapat terungkap dengan ilmu ini. Akhirnya kami menyimpulkan bahwa salah satu syarat memahami Al-Qur’an adalah dengan mempelajari ilmu Munasabah yang sangat berharga ini.
DAFTAR PUSTAKA

Syadali, Ahmad, Drs, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung,1997
Al-Husni, Muhammad bin Alawi Al Maliki, Dr, Zubdah Al-Itqon Fi Ulum Al-Qur’an, terjemahan Drs.Rosihon M. Ag, Pustaka Setia, Bandung, 1999.