Minggu, 01 Februari 2009

Pendekatan Integrative – Interkonektif studi Islam

Pendekatan Integrative – Interkonektif studi Islam

I.Model Pendekatan kajian Islam di Barat
Untuk memahami lebih jauh kondisi slam di barat, pertanyaan pertama yang mendasar adalah bagaimana eksistensi kajian terhadap agama mereka sendiri. Berkaca pada kajian agamayang mereka anut sendiri, misalnya Kristen, mereka rupanya banyak terlibat pada kajian teologi. Kajian teologi yang mereka aktifkan adalah studi Bibel, etika dan sejarah agama. Ini biasanya didapatkan pada institusi yang disebut dengan Divinity Cshool (Sekolah Ketuhanan) atau Seminary, misalnya yang terkenal di Amerika adalah Harford Seminary. Dalam perjalanan dan perkembangannya, bukan hanya menjadikan masyarakat barat sebagai lapangan penelitian , namun juga masyarakat dunia terutama di dunia islam. Pola pendekatan yang digunakan dalam meneliti dunia islam yang sasarannya berupa masyarakat islam dan ajaran islam itu sendiri. Ada empat pendekatan yang dipakai dalam mengkaji tentang keislaman itu sendiri (AL Qodri A, Azizi, 2003)
1.Menggunakan metode ilmu ilmu yang masuk dalam kelompok humaniora (humanities), seperti filsafat, filosofi, ilmu bahasa dan sejarah.
2.Menggunakan metode ilmu dalam disiplin teologi, etudi bible dan sejarah gereja, dimana penduduknya formalnya diperoleh dari Divinity School
3.Menggunakan netode social (social science) seperti sosiologi, antropologi, politik dan psikologi,meskipun disiplin ini ada yang mengelompokkan kedalam humaniora.
4.Menggunakan pendekatan yang dilakukan di jurusan jurusan, pusat-pusat atau hanya commite untuk area studies.
Pendekatan pertama sampai ketiga nampaknya lebih jelas karena memakai disiplin yang sudah dianggap baku. Meskipunada tuntutan spesifikasi dari segi metodologi dibandingkan dengan sasarannya selain islam. Sedangkan area studies ini berlawanan dengan disiplin yang sudah baku. Karena lebih menekankan pada hal hal yang bersifat situasional dari pada teoritik. Disini sering di dianggap bahwa kajian yang yang bersifat interdisipliner bisa berarti suatu kajian yang tidak focus pada disiplin tertentu. Yang disyaratkan dalam area ini studies adalah jalan yang dapat mengaitkan objek-objek kajian dan disiplin yang hendaknya bisa memberi tahu tentang apa yang bisa diketahui dan seberapa baik bisa mengetahuinya.
II.Menurut M Amin Abdullah
Dengan cara pendekatan Integratif dan interkonektif sebagai upaya mengurangi ketegangan yang sering kali tidak produktif dalam studi keislaman kontemporer. Barangkali dalam paradikma interkoneksitas yang berasumsi untuk memehami kompleksitas fenomene kehidupan yang dihadapi manusia, setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama, keilmuan social, humanitas maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri, dalam menyatukan saling manyapa antara satu bangunan ilmu dengan yang lainnya, treutama sains dan agama.
Interkoneksitas atas dikotomi hendaknya dapat didekati dengan tiga pwersepektif, epistemology, aksiologi dan ontologis. Yang masing masing memnerikan respon terhadp dikotomi pendidikan, menawarkan pandangan dunia (worl view) manusia beragama dan imuwan yang baru terbuka dan dialogis serta mencairkan hubungan berbagai disiplin keiluwan manjadi terbuka. Namunsebagian muslim mengemukakan bahwa sains yangberkembang pada masyarakat musim dahulu berbeda dengan sains di barat, pada masyarakat muslim aspek ketuhanan menjadi titik pijakan sains. Walaupun sebenarnya sangat sulit terlihat batasan batasan wilayah sains dengan agama dalam dua kutub barat dan timur. Sebagai contoh adalah pada masa dinasti umayyah mendirikan observatorium astronomi di damaskus awal tahun 700. selama paruh kedua abad ke 2 H/ 8 M, kholifah kedua Dinasti Abbasiyyah Al Manshur telah mengumpulkan sejumlah ilmuwan di Baghdad, termasuk dokter dokter dari Persia dan para astronot dari India.
Karya-karya abad ke 2 / 8 M dari ahli kimia termasyhur Jabir Ibn Hayyah membuktikan bahwa keakraban umat islam dengan sains yang integrasi ke dalam kultur dengan nilai islam.
Pada bagian lain mungkin juga level ontologism, dimana teori sains berbicara mengenai realitas dan dirujuk dengan pandangan keagaman sehingga ada kemungkinan disisi lain epistemology dan metodologinya tak tersentuh, dianggap relative dan bebas nilai, baru kemudfian dilakukan integrasi pada level ontology.
Sedangkan aksiologi mungkin pada cabang-cabang ilmu tertentu. Namun integrasi dan interkoneksitas sering kali terkesan bahwa sains mengalami ekslueif karena dikalim telah diislamkan dan ini bisa memunculkan persoalan karena umat islam masing masing mempunyai pandangan sendiri-sendiri dalam menterjemahkan sains dan agama. Sebagian mengatakan bahwa agama begitu berpengaruh terhadap perkembangan sians, sehingga perkembangan sians tidak boleh menyalahi aturan agama itu sendiri. Karena pada dasarnya agama adalah undang undang dari sains itu sendiri.
Tetapi ada yang berpendapat bahwa sains adalah jalan menuju sebuah agama. Dengan mengembangkan sains maka kita akan mencari tahu keberadaan posisi agama itu sendiri. Seperti yang dilakukan Karl Max walupun di beberapa buku ia dikatakan sebagai seorang yang sosialis komunis.
Sebagaio jalan tengah adalah antara agama dan sains memiliki integrasi dan hubungan yang saling memperkuat. Agama menjadi lebih bisa diyakini dan diterima akal dengan adanya sains, begitu juga sains memiliki inovasi dari agama itu sendiri dan juga dikendalikan olehnya.
Hal hal tersebut merupakan factor minimal dalam interaksi social, walaupun pada kenyataan lebih lanjut proses yang berlangsung justru sangat kompleks. Ketika interaksi yang berjalan pada wilayah interkoneksitas dan bahkan integritas lebih didominasi watak dan culture sains sekuler, karena sekulerisasi kebudayaan terutama akan menyusurkan hal yang sacral dan peningkatan rasionalitas fikiran manusia. Keduanya merupakan perubahan bentuk pemikiran dan transformasi masyarakat. Perubahan pada zona pemikiran yang kompleks melahirkan berbagai menifestasi terutama pada kegiatan utama manusia, lebih jauh melahirkan perubahan dalam system ide, gagasan, kultur yang terpola dan terlembagakan kedalam struktur. Sehingga transformasi yang berjalan sangat dialogis dan intraktif sarat dengan perubahan “nilai”.

III.Kesimpulan
Dengan adanya paradigma integrasi dan interkonektif akan melepaskan dikotomi antara ilmu agama dan sains sekuler. Tentu sebagian kalangan sangat apresiatif dengan adanya perubahan. Namun sisi lain banyak pihak yang mecemaskan perubahan tersebut. Karena ada kemungkinan dari arus transformasi yang bergulir yang mengalami perubahan justru pada wilayah kultur, ideology dan system yang lebih kearah sekulerisme. Sehingga islam hanya menjadi loga yang hanya bermakna simbolik semata, sedangkan pada praktek social masyarakat lebih didominasi nuansa sains sekuler dibandingkan nuansa sufisme dan tradisi keislaman yang lebih menampilkan sisi subtantif nilai moral keislaman. Sehingga muncul kesenjangan antara kesalehan dengan social dan kesalehan sains modern. Secara normative teologis wahyu akan selalu menjadi satu kerangka berpikir yang mempunyai makna universal sesuai dengan perkembangan dan tuntunan zaman, pada giliran lain wahyu sangat penting untuk dipahami dan diinterpretasikan sesuai dengan konteks social masyarakat yang ada. Tentu yang mempunyai prasyarat tidak mengaburkan nilai dan substansi yang menjadi pesan suci transendensi universal.
Dengan adanya integrasi antara ilmu agama maka agama itu akan dimengerti secara universal dan komplit maka tidak aneh ketika ilmu dalam agam islam itu sendiri bermacam macam cabangnya. Dalam memperkuat kayakinan kita kita menggunakan ilmu akidah, dalam beribadah dan bermuamalah kita memekai ilmu fiqh dan akhlak, dan banyak cabang ilmu lainnya.
Islam yang universal tidak cukup dengan menguasai ilmu dalam agama islam itu sendiri, harus berkembang dengan ilmu lainnya seperti astrologi, matematika dan lainnya. Hal itu adalah untuk memperkuat dan memperjelas ajaran islam itu sendiri sehingga bisa diterima dengan akal rasio dan diyakini oleh hati.
Firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh 208
                
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Dengan adanya integrasi dan interkoneksi antara disiplin ilmu maka islam dikatakan sebagai islam yang rohmatallil’alamin. Islam sebagai cahaya dunia yang mampu menerangi kegelapan dunia





.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar